Kapolri jelaskan pidatonya yang oleh beberapa pihak dianggap kontroversial. Menurut Kapolri Jendral Tito Karnavian, pidatonya tersebut ia ucapkan pada awal 2017, sehingga dirinya mengaku merasa heran kenapa baru sekarang video tersebut menjadi viral.
Tito menjelaskan, pidatonya tersebut berdurasi sekitar 24 menit. Ia menyebut pemotongan video tersebut menjadi 2 menit membuat ada yang salah paham dengan isi pidatonya. Bahkan Tito mengungkapkan jika ia mengetahui viralnya potongan pidatonya tersebut saat ia berada di luar kota. Lantas ia meminta stafnya untuk mengecek kapan ia ucapakan pidato tersebut,pasalnya ia merasa dalam waktu terahir tidak pernah mengucapkan pidato seperti itu.
“Saya tanya staf saya, karena saya tidak pernah mengeluarkan pernyataan itu baru-baru ini. Setelah dicek staf saya, ternyata itu adalah tanggal 8 Februari 2017 setahun yang lalu ketika acara di pesantren di tempatnya KH Maaruf Amin,” kata Tito seusai silaturahim dengan beberapa Ormas islam di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (31/1/2018).
Tito mengungkapkan tentang konteks pidatonya tersebut. Menurutnya, ia tidak pernah berniat untuk tidak membangun hubungan yang baik dengan seluruh ormas islam.
“Sedikit pun tidak ada niat dari saya sebagai Kapolri termasuk institusi Polri untuk tidak membangun hubungan dengan organisasi islam di luar NU dan Muhammadiyah. Polri sangat berkepentingan untuk membangun hubungan baik dengan ormas manapun sepanjang satu visi. Artinya menegakkan NKRI dan Pancasila,” tandasnya.
Tito juga mengungkapkan bahwa ia memerintahkan jajaranya baik di Polda maupun Polres untuk terus membina hubungan baik dan dapat bersinergi dengan ormas-ormas islam yang ada di wilayah hukum masing-masing.
Adapun pimpinan- pimpinan ormas yang hadir pada pertemuan di Kantor PBNU tersebut adalah dari Nahdlatul Ulama, Al-Irsyad, Sarikat Islam Indonesia, Persatuan Islam, Al-Ittihad Al-Islamiyah, Mathla’ul Anwar, Ittihadiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), IKADI, Adzikra, Al-Washliyah, Perti, HMBI, dan Nahdlatul Wathon.
Sebelumnya, Tito juga menerima Ketua Umum Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam (SI) Indonesia Hamdan Zoelva di Rumah Dinas Kapolri ,Rabu (31/1/2018) yang bermaksud untuk tabayyun (meminta klarifikasi) terkait pidato tersebut. Seusai bertemu Kapolri, Hamdan merasa lega karena sudah mendapat jawaban dari maksud ucapan Tito dalam pidatonya.
“Setelah mendapat penjelasan (dari Kapolri), kami memahami bahwa tidak ada niatan beliau untuk mengesampingkan ormas Islam selain NU dan Muhammadiyah,” tutur Hamdan.
Hamdan juga mengungkapkan bahwa maksud Tito soal ada pihak yang merontokkan negara ditujukan kepada kelompok takfiri dan radikal. Karena pidato yang telah dipotong-potong ,menurut Hamdan, sehingga membuat maksud dan tujuan yang disampaikan Kapolri menjadia tidak utuh.
“Dan yang dimaksud merontokkan negara itu adalah awal pembicaraannya yang berkenaan kelompok-kelompok takfiri. Yang kita tahu kelompok takfiri itu yang sangat radikal,” ujarnya.
Namun menurut Hamdan,Tito tidak memperinci kelompok-kelompok mana yang dimaksud sebagai kelompok takfiri. Akan tetapi Hamdan menjelaskan bahwa terminologi takfiri dan radikal itu selalu masuk dalam kajian keamanan. Bahkan menurut Hamdan,kelompok takfiri sebenarnya belum terlalu bahaya. Namun ada yang lebih berbahaya yakni kelompok Radikal.
“Yang paling berbahaya itu tingkatan selanjutnya yaitu radikalisme. Itu yang sehenarnya yang merontokkan negara,” pungkas Hamdan.
Axact

Axact

Vestibulum bibendum felis sit amet dolor auctor molestie. In dignissim eget nibh id dapibus. Fusce et suscipit orci. Aliquam sit amet urna lorem. Duis eu imperdiet nunc, non imperdiet libero.

Post A Comment:

0 comments: